jump to navigation

Why Quality Assurance Matters in Software Development November 12, 2014

Posted by Tia in Quality Assurance.
add a comment
Some companies really think that they don’t need Quality Assurance (QA) in their structure and development process. They might think it’s not necessary or it will spent too much money. They don’t realize until one day when client or user use their application or their ordered product, the defects come as much as when you are filtering dirty water. It seems good at the moment but fails when you use it.

We have three major points why we really need Quality Assurance, one is to monitor and to improve the process, then to make sure that standards and procedures are followed, and finally to ensure the founding problems are fixed.

There are also additional benefits when we include QA in our process development lifecycle:

It will improve customer satisfaction

Customer might find some issue but it will only take limited time for rework. Customer will happy when the result aligns with what they expected. And the major point they will inform to our future clients about successful apps.

In the software development process, a lot can be happen. The complexity of the code and the broad range of target environments make software and application an essential element of our development process.

When your product or application hits the market, new phase of its life begins. The quality of product can be defining for future requests and iterations.

Great quality product or application can change a transactional into a long-term opportunity. People develop relationships with their favorite companies and their loyalty to those brands goes much deeper than the appreciation of the product itself.

Satisfied customers soon will inform to their friends or colleagues when their apps become favorites, hits or used by many users.

Reduced cost of development

Once we find defects we could fix it at the beginning of phase rather than we find defect after user (of the client) use our application, we probably will need to rework on our design as well our codes it self.

Continuous Development or continuous integration provides a way of managing software development by coordinating development and testing. This combination, code and testing, is done multiple times and will enforce a discipline to self-check all the builds they ship.

If every correction is made in early stages, we can avoid the cost of reworking later.

Reduced cost maintenance

Imagine if we found many defects when our product is already delivered: how much cost will we need to rework our codes?

The majority of defects do not necessarily happen during code development but can be much earlier in projects. That’s why we think that QA should integrate from the beginning. Starting from kick-off sessions, reviewing requirements and technical specifications to ensure that our team’ directives are clear and fully explained to build projects right the first time with minimum defects.

QA specialists should be able to check in every stage to ensure each deliverable is correct and each meets specifications and user expectations. Finally, when the code is complete, QA could do regression test and report the issue using our bug-tracking system and validate the defects as well.

When all the things complete, we can deliver to the customer and let the application hits the market.

 

Tia Rotandiko – 2014 Nov 12

Another Challange November 10, 2010

Posted by Tia in Personal Life.
add a comment

Yup! this what i think about it!

I think my x-boz wanna me to grow with him. He always encourage me within’ nice wonderful live talk. So, after 3-4y he asked me always to join again then i said to him.. sir, i’ll be back!.

Of course its take time for me to decide it “YES”. My biz, my kids, my enjoyable time will be difficult to maintain again. But, its not me if I can’t do that.

Well, then i make many plans, first priority of course for my kids, they should have good treatment when i’m not there for them. Then my biz and of coz my enjoyable time that i should manage well.

well, days counting and i will start at 1 dec 2010. “Keep trying and pray then lets God do the rest!”

Software Quality Assurance January 11, 2008

Posted by Tia in Quality Assurance.
add a comment

Sampai sekarang saya baru nyadar kalau saya sendiri kok belum nulis tentang SQA, bidang yang saya minati sekarang ini selain software testing.

Oke, saya jelasin berdasarkan apa yang sudah pernah saya baca dan saya alami ya. Mudah-mudahan bisa menjadi pencerahan buat kita semua. Amiin.

SQA artinya memantau proses dan metode software development/engineering untuk memastikan kualitasnya. Tentunya dengan cara audit sesuai dengan QMS – Quality Management Systems dimana software sistem dibuat. Audit sendiri base on standarisasi yang sudah ada seperti ISO 9000, CMMI, IEEE. Dua pertama saya sudah pernah terlibat, untuk yang terakhir saya sendiri masih membaca-baca bukunya walaupun mostly dalam kenyataannya sudah banyak digunakan dalam proses software development.

SQA sendiri terdiri dari keseluruhan proses software development mulai dari software design, coding, source code control, code reviews, change management, configuration management dan release management. Berbeda dengan software Quality Control yang terdiri dari review requirements, documentation dan testing.

Secara singkat, manfaat SQA dibagi dalam tiga, yaitu kepuasan pelanggan, mengurangi biaya development dan mengurangi biaya maintenance. Ya bisa dibilang jadi cost effective-lah.. 🙂

Bekerja atau tidak? January 11, 2008

Posted by Tia in Personal Life.
Tags:
add a comment

Gosh, dua pilihan tersebut benar-benar bikin saya banyak berpikir selama kehamilan ini. Sebenarnya saya ingin banget jadi WAHM, walaupun masih bekerja dari rumah tapi full mengurus anak saya. Saya sendiri sudah itung-itungan duit bersama suami tercinta. Yaaa cukup di maklumi, karena akan menghilang sebagian penunjang finansial kami.

Di awal kehamilan kedua saya ini yang sungguh suatu perjuangan bagi saya karena menghadapi flek dan bedrest padahal saya lagi di middle of project yang sangat butuh konsentrasi tinggi. Secara pribadi sayapun sudah mengajukan resign ke atasan saya, tetapi permintaan saya ditolaknya mentah-mentah. Rupanya, dia masih mempercayakan pekerjaan kepada saya. Padahal saya yakin banget, sangatlah mudah baginya untuk mencari seorang testing manager pengganti saya.

Syukur Alhamdulillah, setelah beberapa kali bolak balik bedrest karena ditengah-tengah bedrest pun saya masih bekerja dan tidak bisa tidak memikirkan pekerjaan saya, saya akhirnya melewati phase itu, bayi saya tumbuh!! Insya Allah sehat dan sempurna hingga di bulan ke lima ini.

Tentu, saya kembali bekerja. Setidaknya saya harus menyelesaikan satu project ini selesai baru saya bisa memikirkan kelahiran bayi saya nanti. Base on schedule, testing harusnya selesai akhir april. Jadi jikapun kelahiran kedua saya nanti maju tiga minggu seperti kelahiran pertama, tidak akan mengganggu proses testing.

Planning saya selalu berhenti, berhenti dan berhenti. Saya ingin full mengurus anak dan bayi saya nanti, saya tidak mau kehilangan moment sekecil apapun dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi saya nanti seperti banyak yang saya lewatkan ketika di anak pertama.

Tapi lagi-lagi kata tapi yang selalu menyela di batin saya. No offense, saya butuh uang. Saya butuh pengaktualisasian diri. Saya dibutuhi oleh orang-orang di pekerjaan saya. Haha, yang terakhir terdengar sombong ya 😉 tapi itulah yang sebenarnya terjadi.

CTO di perusahaan smart card sudah meminta saya kembali dan memanage bagian testing, QA, Beta testing. Tapi atasan saya yang sekarang pun menginginkan saya untuk tetap bersamanya, padahal kontrak saya akan berakhir agustus tahun ini.

Well seorang temanpun mengajak saya bergabung untuk membantunya di kompeni tempat dia sekarang. Tentu dia mengharapkan setelah delivery/kelahiran. Kemudian, pernah selentingan bos saya yang duluuu banget mengenalkan saya ke proses QA juga mau mengajak saya (dan suami) kembali bergabung jika kembali ke bangunan lama.

Yang terakhir saya masih pikir panjaaang, karena harus pindah pulau, pindah rumah, pindah sekolah, dll. Terlalu banyak yang harus di set sebelum kepindahan. Belum lagi urusan anak pertama saya yang indigo. Bisa-bisa tiap saat dia melihat ‘hantu’ terus ditempat tersebut. 🙂

Suami saya sangat mendukung yang pertama. Tentunya karena disana posisi saya di bagian RND, saya yang akan bikin schedule dan tidak selalu full of deadline, mungkin juga akan ‘jalan-jalan’ ke paris, manila, singapur, thailand, tempat dimana RnD dari kompeni ini beredar.

Yang kedua, saya masih menunggu tawaran yang akan diajukan oleh atasan saya nanti. Hehe, tentunya saya mengharapkan benefits. Kerja bersama korea memang keras, tapi tidak semenyebalkan yang dianggap orang-orang. Terus terang, saya menghormati bos saya ini. Walau kadang terlihat begitu “Korean” tapi mostly dia paling manusiawi diantara korean lainnya. 😛

Yang ketiga saya anggap belum jelaslah, karena masih belum pasti (banget). Tapi patut dipikirkan ketika saatnya tiba nanti.

Nah, dengan tawaran-tawaran tersebut, mampukah saya menolaknya? Sementara, ternyata saya akan butuh uang banyak untuk sekolah anak-anak saya. Tentunya, sebagai orangtua saya ingin yang terbaik buat anak-anak saya. Ingin mereka dapat lebih dari yang sudah saya dapatkan. Hehe, ini kali yang disebut sebagai dilema bagi ibu yang bekerja. 😛

Dulu diusia setahun lebih anak pertama, saya sudah meninggalkannya ke luar negeri. Perasaannya waduuh.. ga karuan. Kini, kalau saya mengambil opsi pertama, saya akan meninggalkan bayi saya kurang dari setahun. Apa saya sanggup? tidak!! itu kata pertama yang keluar di otak saya. Sekarangpun, di usia anak saya yang sudah lewat dari tiga tahun saya masih ga rela harus ninggalin dia tiap berangkat kerja 😦

Sekarang, pilihan itu ada ditangan saya. Suami sangat mendukung apapun langkah yang saya ambil. Walau saya tau banget, dia masih mengharapkan saya bekerja. Masih belum dapat mengambil keputusan, saat ini saya hanya menunggu dan menunggu. Setidaknya sampai bayi dalam kandungan ini lahir.

Enjoykanlah! Begitu yang selalu kawan saya di surabaya bilang. Tentu mbak, saya akan Enjoykanlah!!

salam Enjoy!
Tia Rotandiko

Testing Strategy January 11, 2008

Posted by Tia in Testing.
Tags: , ,
1 comment so far

Dapat pertanyaan tentang testing strategy dari Nodeen bikin nyengir juga. Bukan apa-apa, tapi mostly dari setiap project yang pernah saya kerjakan kok ya belum pernah bikin yang namanya test strategy. Apa mungkin karena saya kurang informasi atau justru test strategy tersebut sudah tercantum di dokumen-dokumen yang pernah saya bikin?

Well, di usia kehamilan yang sudah lima bulan ini akhirnya saya bisa maksain diri juga untuk ‘ngintip’ kompie. Hehe, maklum efek kengerian akan radiasi dari elektronik kok bikin saya parno banget di awal-awal kehamilan ya?

Eniwe, lanjut tentang test strategy. Akhirnya saya jadi tergelitik untuk mencari-cari tentang test strategy ini. (Thanks to Nodeen once again to asked this 🙂 ) di wikipedia, saya search memang tidak menemukan tulisan yang pasti plek ngejelasin tentang test strategy. Tapi dari beberapa yang saya tangkap yang dimaksud dengan test strategy saat mengerjakan suatu project adalah hal-hal yang intinya harus didiskusikan lebih lanjut dengan developer, SA/System Analyst dan PM-nya jika perlu. Karena hal ini berkaitan erat dengan apa yang harus diselesaikan dengan tepat.

Ribet ya? Hehe, saya sendiri baru nyadar setelah di project yang sedang saya lakukan ini test plan saya banyak yang tidak sesuai dengan apa yang sudah di develop oleh tim developer. Tentunya, balik lagi ke urusan schedule. 😛

OK, hal-hal apa saja sih yang harus di diskusikan dengan tim Dev, SA dan PM ini?

Pertama, bikin diagram/tree atau schedule dengan MS.Excel/MS.Project/Gantt chart yang mendeskripsikan hal-hal apa saja yang harus di test (Scope & coverage). Set siapa-siapa saja tester yang akan terlibat di masing-masing task. Abaikan dahulu waktu testnya. karena biasanya development itu molor dan ujung-ujungnya waktu test juga molor.. hehe

Terus identifikasi resiko-resiko yang mungkin terjadi pada saat testing, dan prioritas task-task apa saja yang harus didahulukan untuk di test. Kemudian tentukan tingkat kedalaman testnya (test depth) dari masing-masing task dan koresponden test level.

Mungkin yang jadi pertanyaan adalah, seberapa penting sih bikin test strategy ini?
Untuk sebagian orang bisa jadi tidak penting dikarenakan (bisa saja) waktu yang kurang. Tapi kalau ada waktu yang cukup tidak ada salahnya juga kok untuk bikin. Tujuannya biar kita bisa tahu dan share informasi tentang high level risks (project, product, requirement). Kemudian kita jadi bisa menganalisa resiko dan requirement tersebut sehingga (mudah-mudahan) bisa membuat solusi yang jitu dalam pelaksanaan testing. Lalu yang paling penting bisa correctly focusing test effort dan melakukan best possible job dengan limited resources.

Oya, kalau suatu saat saya buat dokumen ini, saya tidak akan mengajukan ke client karena pasti akan ada banyak perubahan dalam proses development dan testing dan ini sungguh suatu resiko yang cukup bikin deg-degan kalau client tahu tentang dokumen ini.

Mudah-mudahan mengerti ya Nodeen.

UAT – User Acceptance Test June 12, 2007

Posted by Tia in Testing.
25 comments

Thanks to Lydia yang meminta saya untuk menulis artikel tentang UAT ini. Salam kenal ya…

Menurut Wikipedia, UAT adalah sebuah proses untuk mendapatkan konfirmasi dari seorang SME – Subject Matter Expert (ahli di bidangnya), terutama pemilik atau klien yang mengerti tentang objek yang sedang dalam phase pengetesan, melalui trial atau review yang mofikasi & tambahannya sesuai dengan requirement yang sudah disetujui sebelumnya.

Dalam software development, UAT merupakan tahap terakhir dari sebuah project dan dilaksanakan sebelum klien menerima dan mengaplikasikan sistem baru tersebut.

Test designer harusnya membuat test skenario yang berbeda dengan test case yang telah digunakan dalam integration test. Tapi berdasarkan pengalaman, pada umumnya client maupun tim developernya setuju untuk menggunakan test scenario yang dibikin oleh test designernya. Alasannya karena isinya lebih detail sehingga mereka benar-benar yakin bahwa aplikasi tersebut sudah bugfree 🙂

Padahal semestinya UAT tidak harus sedetail regression test yang sudah dikerjakan sebelumnya di awal proses testing. UAT lebih ke arah, proses sudah berjalan dengan benar dan sesuai dengan yang diharapkan oleh si klien pada saat production nanti.

Oya, satu yang harus diperhatikan pada saat UAT, tim developer & tester harus sudah benar-benar yakin kalau aplikasi tersebut sudah bugfree. Well, walaupun pada kenyataannya tidak pernah ada aplikasi yang bugfree sih :P, at least sudah yakinlah kalau semua sudah lolos test. Jangan sampai menemukan error disaat UAT di client. Malunya itu lho yang ga nahan 😀 hehehe

Tambahan dari beberapa pengalaman saya dalam hal UAT yang harus diperhatikan.

Pertama, ketika mengetes di klien, tester & dev harus benar-benar fit kondisi badannya. Tapi saya yakinlah, dev & tester tahan banting. Wong saya juga pernah ngerasain testing di client sampai dini hari dalam keadaan hamil besar 😛

Kedua, ketika tidak ada orang dari client untuk testing, maka mau tidak mau kita sendiri yang turun tangan untuk testing, tapi ingat ya, pastikan kita didampingi orang dari client yang mengerti sistem tersebut dan ada form untuk di tandatangani client bahwa applikasi tersebut sudah lolos test (UAT).

Terakhir, give the best of your system!! 🙂

Question from away.. May 28, 2007

Posted by Tia in Management.
add a comment

Yup, saya kasih judul ‘Question from Away’ karena ada seseorang yang tiba-tiba menyapa dan bertanya tentang beberapa hal yang sedikit berkaitan di Simply Bedulz! blog ini.

Bertanya dan bicara dalam bahasa inggris:
“Can you give me some books to read for Business Analyst?”

Not to mention, I don’t feel I red those kind of books. These lately days, I prefer read about how to manage, manage and manage.. manage emotion, manage people, manage our organization, manage our eager, etc.

Pada waktu itu, saya tidak langsung menjawab, karena saya ingin tahu buku-buku apa saja yang sudah orang ini baca tentang Business analyst. Dan sebenarnya…. lots of books about it out there.

Tapiii…. tetap menurut saya pengalaman adalah guru yang tak terhingga. Buku hanyalah pelengkap agar kita lebih terstruktur dalam hal tersebut.

Ketika pertanyaan itu belum terjawab (karena orang tsb yang lupa nama aslinya keburu sign out :P) saya akan mencoba menjawab disini.

Mungkin kamu tidak menyukai pekerjaan kamu yang sekarang, walau masih di bidang yang sama , IT, tapi kamu lebih ingin mempunyai posisi sebagai BA.

Mungkin jika kamu masih dalam tahap beginner kamu bisa mempelajari system yang ada dikantor kamu sekarang. Jika yang sekarang ini ada BA, banyak-banyaklah kamu berinteraksi dengan orang ini, biar dapat ilmu. Ingat lho.. berinteraksi.. bukan mencecarnya dengan segudang pertanyaan kamu yang aku yakin, pasti akan mengganggu orang tersebut dan malah bikin dia bete bin juengkeeeel ngadepin kamu.

Terus, coba sambil baca beberapa artikel yang bagus. Kamu bisa browsing di inet atau membaca buku/majalah IT yang sekarang ini buanyaaak beredar di pasaran. Tidak apa-apa jika ternyata isi buku/majalah IT itu bukan di bagian tentang BA, at least kamu dapat ilmunya.

Karena untuk menjadi seorang BA itu tidak mudah. Seperti yang pernah aku tulis di sini seorang BA harus orang yang mengerti akan kemauan client dan bisa menterjemahkannya dengan benar sesuai keinginan client dan bisa dimengerti oleh para programmernya.

Pertanyaannya adalah, mampukah kamu?

Good Knowledge VS Good Management May 28, 2007

Posted by Tia in Management, Personal Life.
add a comment

Having a position in management quite teach me several view. Beginning my HOD view, my Manager View, my self (Assistant Manager) view, my Assistants (Engineer) view and people under my assistants (Assistant Engineer) view.

Let talk from the latest one.

Position as Assistant Engineer (AE) is quite low priority in my current company. Sometimes people in management don’t care about their existence. Most of the time, AE feel and think they only can do this.. not do that.

Kinda hard to change the way they thought. I think the most good point is to make them very confidence related to their works. By a little bit of compulsion, now some of them can do more than previous and I’m proud of them 😀

Talking to the next level as Engineer. My assistant is a good person. even though she didn’t have any IT background but she fast learning. Now she is good take care five AE. She learn better than me. I do Admitted. That’s why I want her to replace my position if I’m leave this company.

Now my self. Starting as SQA Engineer, my career was develop until my current position as Assistant Manager (Deputy Head of Department/SBU) at beginning of January 2007. Well, I’m proud of my self (narcissus! :P) able to reach this position only for one year 3 months. And I think this is also because of my HOD role.

He is really inspire me a lot. Even until now I think we’ve been close as friend. He gave lots of motivation and enthusiasm to me.

Next is my Manager. Previously he is a manager without any man. But after his probation is complete and his project is discontinue, he is assigned to become my Manager, the man where i should report to.

Well, its good for management, but the most complicated one for myself (as i need to report to him), he didn’t know how to take care his underling, he didn’t understand how to maintain reporting. Every work relation he will gave to me and he is only take care the server and IT things. Fiuuuhh…

Now my HOD, he good lookin’ and handsome guy 😛 (lho? hahaha). Seriously, he smart, he care to his underling but he couldn’t take care all the engineer. Thats why he raise some people to take care of it.

if he asked for the meeting, so seldom he talk to my Manager (the one he should talk into). He just directly talk to me or via skype. Very often I looked, I have a meeting with other team and my Manager on his desk, waiting for my HOD calling him for skype. But my HOD prefer waiting my meeting done and talk to me.

I think he (or my self?) should give my Manager responsibility and trust.

Anyhow, I talked to my HOD this morning via skype as he requested. (I believe he is somewhere in Paris and very busy dealing with his up link person). He ask the reason my resignation. Well, fyi I’ll resign next month.

I have propose my Assistant to replace me because she is quite good in knowledge on the system we build. And do you know what his response?

He said, “No! you better work from home or part time as I need more capable people whose good in management”.

Truly, I don’t feel I’m a good management either, but i feel honored 😛

If you can see the difference the way I’m think and the way he think. He think he will have good people with good management. And I think good people with good knowledge. Well, maybe if I’m in his position, I will think the same as he does.

Good knowledge doesn’t mean you are capable in manage people. And good management doesn’t mean you are capable in knowledge. Both has its own positive way, and the most important think that we are know what we are looking for to become excellent in future 😀 *grin*

But sorry to let you know.. I need to go out from this comfort zone.
I’m gonna miss ya my guru!

Sabaaarr… January 5, 2007

Posted by Tia in Personal Life.
add a comment

Salah satu kelemahan saya adalah mudah sekali terpancing emosi marahnya kalau ada sesuatu yang tidak sesuai dengan yang saya harapkan atau pikirkan.

Beberapa rekan senior di perusahaan tempat saya bekerja dulu tau banget karakter jelek saya ini. Suatu ketika, saya pernah ngamuk-ngamuk karena ketika saya handle satu project ada salah satu rekan lain yang tidak mengikuti instruksi yang saya berikan. Sampai akhirnya harus saya take over pekerjaannya sampai tengah malam (ups, pagi dink.. jam 1 uds pagi bukan?)

Ingat sekali, bos saya bilang gini “Sabar ya nduk.. sabaaar”.

Satu kata itu yang sering terngiang-ngiang di kuping saya hingga sayapun belajar untuk sabar, sesabar-sabarnya. (Mengingat sangat temperamentalnya saya yang bisa hajar bleh :P)

Kemudian, ketika saya masuk kerja di tempat yang sekarang ini, saya dihadapkan pula untuk menghadapi beberapa orang yang sudah cukup senior dan sedikit keras kepala. Dari awal bos bule saya sudah bilang, pekerjaan kamu ini bakal di benci semua orang, kamu harus siap ngadepinnya. Waktu itu saya bilang oke oke aja, mengingat tawaran yang hmm nyam nyam nyam.. idealnya.

Sampai kemudian saya harus report langsung ke CTO, kemudian saya jadi sering diskusi dengan CTO ini. Saya diajarin banyak hal (termasuk kehidupan), terutama sabaaaarrr.

Baru tadi pagi, setelah sekian bulan dia tau batas kesabaran saya, saya terima email yang memberitahukan saya diberi tanggung jawab lebih untuk membuat saya jadi lebih sabar lagi. CTO bikin empat split dari satu team yang sering bikin saya tidak bisa tidur karena project extend terus untuk di handle sama saya.

Again… lagi-lagi Again, kesabaran saya benar-benar di uji sama CTO saya.

Inisiatif yuk! December 28, 2006

Posted by Tia in Management.
2 comments

Tiap orang punya mimpi atau ambisi. Entah itu ingin menjadi pengusaha, milyuner, CEO, WAHM (Working at Hom Mom), artis yang terkenal atau punya ‘passive income’ dan bisa duduk santai nikmati hidup.

Aku, saya punya banyak ambisi dan mimpi. Kelihatannya sedikit berlebihan kalau melihat situasi saya saat ini. Tapi saya percaya, waktu akan membuktikannya menjadi kenyataan jika saya put enough efforts to making it a reality!

Caranya gimana?
Ada satu kata disini yaitu “inisiatif”. Alasannya? Karena banyak orang yang hanya berbicara tentang mimpinya dan tidak berusaha untuk mencapainya. Istilah kata “NATO – No Action, Talk Only”.

Ingat, kalau anda tidak berusaha untuk mendapatkan apa yang anda inginkan, hal tersebut dengan sendirinya tidak akan terwujud. Itu udah basic rule di dunia. Apa kamu mengharapkan untuk menjadi seorang Bill Gates kalau kamu hanya duduk diam? Hehe, saya berharap bisa demikian, tapi sayang, kenyataannya tuh jauuuuh banget.

Ada satu kalimat yang pernah saya baca…

“Make the first step” … “be the one who takes the initiatives!”.

Lakukan langkah (kecil) awal dan jadilah orang yang mengambil inisiatif! Karena tanpa langkah awal, tidak akan ada langkah-langkah berikutnya, takkan ada perjalanan jauh. Dengan langkah awal yang kelihatannya kecil, sedikit, tapi setidaknya ini adalah suatu permulaan.

Langkah pertama bisa apa aja. Mulai dari melakukan reseach untuk mencari apa yang kamu inginkan kemudian bisa membuat rencana untuk menjalankan apa yang kamu bisa. Misalnya mencari bisnis partner, belajar bagaimana mempunyai bisnis plan yang layak, atau bahkan belajar bagaimana cara mendapatkan pinjaman uang dari bank.

Melalui langkah awal ini kamu juga bisa menciptakan momentum yang dibutuhkan untuk pindah kelangkah kedua, ketiga dan berikutnya. Sekali kamu mencoba berjalan dan berjalan lagi, kamu akan kesulitan untuk menghentikannya 🙂

“Susah aah.. schedule gw kan padat!”
Ehm apa sih yang tidak bisa kalau udah ada kemauan? hayuk deh, luangkan sedikit waktu 10-20 menit sehari selama sebulan untuk menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan hidup atau mimpi-mimpi kamu. Jangan cuma bermimpi, tapi list down, create target time and catch up within your initiative!

Let’s initiative and make our dream become reality!! 🙂